JURUSAN DAKWAH STAIN SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR - PRODI : KOMUNIKASI & PENYIARAN ISLAM (KPI) + PRODI: MANAJEMEN DAKWAH (MD) + PRODI : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI) - JL. KH. ABUL HASAN NO.3 SAMARINDA = http://dakwahstainsamarindakaltim.blogspot.com = ...DAKWAH: "Bikin Hidupmu Kreatif"...

Senin, 14 Juni 2010

WORKSHOP

WORKSHOP
sosialisasi pengembangan sistem informasi berbasis web
STAIN Samarinda 15-17 Juni 2010

kehadiran Tek.kom memungkinkan pengembangan sistem informasi manajemen berbasis komputer, manfaatnya didapatkan kemudahan menyimpan, mengorganisasi dan melakukan pengembalian (retrieval) terhadap berbagai data.
kesulitan yang sering terjadi pada bagian internal PT adalah banyaknya pengelolaan data yang memerlukan pengelolaan dalam waktu yang relative singkat. sebagai contoh antara pengelolaan data mahasiswa yang mengambil mata kuliah dan kelas yang dengan pengajar dosen. dst Read More..

Selasa, 01 Juni 2010

Zainal Ilmi


URGENSI MEMAHAMI BAHASA TUBUH SEBAGAI KOMUNIKASI NON VERBAL

Zainal Ilmi [1])

Abstract: Understanding gesture as non verbal communication is very important. In fact, research has shown that 80% communication among human being was done non verbally.the area of non verbal communication which has relevantion with verbal communication is body laguage or kinetic, sound and articulation, and clothes. Anybody need to know body language in communication because it can express many things about us and other people

PENDAHULUAN

Dalam Faktanya Penelitian telah menunjukkan bahwa 80% komunikasi antara manusia dilakukan secara non verbal. Banyak interaksi dan komunikasi yang terjadi dalam masyarakat yang berwujud nonverbal. Komunikasi nonverbal ialah menyampaikan arti (pesan) yang meliputi ketidakhadiran simbol-simbol suara atau tulisan. Salah satu komunikasi non verbal ialah gerakan tubuh atau perilaku kinetic atau disebut pula dengan bahasa tubuh. kelompok ini meliputi isyarat dan gerakan serta mimic. Bahasa tubuh adalah salah satu aspek komunikasi nonverbal disamping aspek-aspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan dengan benda, seni, ruang dan waktu. Komunikasi nonverbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal meskipun terkadang diabaikan. Kita sering tidak sadar bahwa rasa suka atau rasa benci kita kepada seseorang sering disebabkan perilaku nonverbal orang tersebut. Cara kita tersenyum, menjabat tangan atau menyentuh hidung, cara kita melipat tangan atau menyilangkan kaki, mengungkapkan banyak hal tentang kita serta orang lain. Di sebuah wawancara kerja, postur tubuh kita mengatakan lebih banyak hal tentang kita dibandingkan surat lamaran atau resume itu sendiri. Cara kita duduk, tersenyum, dan menggunakan tangan mengatakan banyak hal tentang sikap kita. Apakah kita bersikap terbuka atau menyembunyikan sesuatu.

Dengan mengetahui apa arti bahasa tubuh, kita dapat melihat perasaan seseorang yang sebenarnya, walau pun mereka tidak ingin mengatakannya kepada kita. ‘Bahasa tubuh’ kedengarannya seperti sebuah kontradiksi. Kita biasanya berbicara melalui mulut. Namun penelitian makin menemukan bahwa bahasa tubuh itu benar-benar sebuah bahasa. Mungkin dapat kita bayangkan kata-kata dan kalimat-kalimat yang terdiri dari gerak isyarat tubuh disengaja dan tanda-tanda dari alam bawah sadar yang tidak disadari. Beberapa diantaranya merupakan gerakan-gerakan gugup yang cepat, merupakan tanda-tanda kecil yang hanya dapat ditangkap melalui pengawasan yang cermat. Sebuah gerakan tubuh seperti menjabat tangan seseorang adalah sebuah kata. Sederetan gerakan tubuh yang berkesinambungan yang sering disebut kelompok, adalah kalimat. Contoh seorang pria yang sedang berhadap-hadapan dengan wanita, pandangannya lurus kepada wanita. Tangannya bergerak-gerak mendekati tangan wanita. Tidak ada keraguan dan rahasia dalam kalimat yang ia ucapkan : “Saya suka kamu, dan saya ingin dekat dengan kamu”.

Bahasa tubuh dapat memberi tekanan atau berlawanan dengan apa yang sedang kita ucapkan. Jika kita harus bersikap sopan terhadap seseorang yang tidak kita sukai mungkin kita mengucapkan kata-kata yang benar, namun tubuh kita memberontak. Mungkin kita menjabat tangan mereka sebentar mungkin, atau mencoba menghindar dari tatapan mata. Disini bahasa tubuh berlawanan dengan bahasa ucapan. Kita mengirimkan 2 macam tanda yang berbeda. Bahasa ucapan mengatakan “saya suka kamu”; bahasa tubuh mengatakan “saya tidak suka kamu”. Jika si penerima mengerti bahasa tubuh, ia tidak akan terkelabui.

Kecuali, jika kita seorang pemakai bahasa tubuh yang ulung dan mengetahui bagaimana caranya supaya kita terlihat benar berperasaan positif. Hanya seorang yang ahli sekali dalam bahasa tubuh yang dapat melihat tanda-tanda yang sangat kecil yang mengungkapkan perasaan kita yang sesunggguhnya.

Dalam kehidupan anak misalnya, anak-anak belajar beberapa hal tentang bahasa tubuh pada saat mereka tumbuh dan berkembang. Pada umur sepuluh, mereka tahu bahwa jika mereka berbohong dan tidak ingin mengaku, mereka harus mencoba untuk tidak menunduk dan melihat ke bawah atau tidak menutup bibir dengan tangan mereka. Kita semua memiliki beberapa pemahaman tentang bahasa tubuh, kecuali jika kita buta emosi. Kita tidak perlu mempunyai ijasah dalam ilmu psikologi untuk mengetahui bahwa seorang wanita yang memegangi kepalanya dengan tangannya sedang tidak bergembira.

Makin akrab situasinya, makin banyak kita membuka diri yang sesungguhnya, makin banyak yang akan diungkapkan melalui bahasa tubuh kita, meskipun sering kali diluar kehendak kita. Kadang, tubuh kita menceritakan kebenaran yang tidak kita ketahui, dan tidak siap kita terima.

Argyle menyatakan bahwa ketika orang bertemu, berbicara atau melakukan apa saja secara bersama-sama, maka tingkah laku ini harus dilihat sebagai “interaksi”. Ini menekankan betapa banyaknya faktor-faktor yang berbeda yang berperan di dalam hubungan antara orang-orang. Sebuah cara yang bagus untuk meneliti sebuah interaksi adalah menganalisis tiga unsur yang ada didalamnya yaitu konteks, teks dan subteks.1

Konteks adalah situasi umum dimana pertemuan atau pertukaran antar manusia tersebut terjadi. Pergi makan siang adalah suatu peristiwa yang berbeda tergantung dengan siapa kita pergi makan siang. Makan siang singkat dengan teman sekerja di kantor atau makan siang dengan kekasih atau makan siang dengan calon kekasih, akan memiliki dinamika yang berbeda.

Teks adalah kata-kata yang benar-benar diucapkan pada pertemuan. Kata-kata bukanlah segala-galanya. Jika kita hanya diberi catatan tentang apa yang diucapkan pada setiap interaksi, itu tidak akan memberikan kepada kita pemahaman yang penuh tentang apa yang terjadi.

Subteks terdiri atas intonasi dan bahasa tubuh yang digunakan. Yang seharusnya menyampaikan informasi yang serupa tentang kehangatan dan keintiman dari pertemuan tersebut. Orang tidak hanya tergantung pada kata-kata untuk mendapatkan sebuah gambaran tentang interaksi. Nada suara dan isyarat tanpa kata mempunyai lebih dari setengah bukti yang mendasari penilaian mereka tentang situasi. Jika isyarat tanpa kata berlawanan dengan apa yang diucapkan, orang akan cemas dan berpikir bahwa mereka mungkin sedang dikelabui.

Konteks dan teks dari suatu interaksi biasanya mudah dijelaskan. Subteks sering tidak jelas dan terkait dengan perasaan yang berbelit-belit, gerakannya sendiri sangat sederhana, namun perasaan yang terlibat didalamnya sangat rumit. Dan tak seorangpun mengucapkan sepatah kata. Karena berbelit-belit inilah maka pemahaman bahasa tubuh menjadi sangat menarik.

Bahkan bila kita secara alami adalah komunikator yang baik dan pendengar yang baik, maka keterampilan kita tidak akan pernah mencapai potensi sepenuhnya kecuali kita memahami bahasa tubuh. Hasil riset secara konsisten menunjukkan bahwa dalam pesan apa pun, separuh arti disampaikan lewat kata yang diucapkan; separuh yang lain dialami dalam bahasa tubuh pembicara. Berdasarkan ulasan di atas dapat kita pahami betapa pentingnya memahami bahasa tubuh sebagai salah satu komunikasi non verbal.


* Dosen Tetap STAIN Samarinda

1 Michael Argyle, The Psychology of Interpersonal Behavior, ( London: Penguin, 1994), h. 205

Read More..

M. Tahir

MENYOAL FATWA MUI TENTANG

KEHARAMAN ROKOK

M. Tahir

Abstract: Once again, MUI gave religious advices about the illicit of cigarettes. Eventhough, the illicit of cigarettes is only implemented partially, because, it was implemented for toddlers, pregnant women, and smoking in public services only, the polemic about the problem is still growing up. As we know, the basic law of smoking is makruh it was allusioned with eating garlic which gave bad smell for those who ate the garlic, the moslems scholar has many opinions. Some of themsaid that the law of smoking is mubah, makruh, and haram

Kata kunci: fatwa, MUI, haram, rokok.

PENDAHULUAN

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekali lagi mengeluarkan fatwa yang cukup kontroversial. Alih-alih untuk mencegah bahaya rokok bagi umat, MUI mengeluarkan fatwa yang menyebut bahwa merokok termasuk perbuatan haram. Menariknya lagi fatwa ini tak berlaku mutlak. Pengharaman hanya diberlakukan bagi anak-anak, wanita hamil dan merokok di tempat umum. Alasan keluarnya fatwa ini adalah masalah kesehatan.

Meski demikian, tak urung fatwa tersebutpun menjadi polemik. Bukan saja dari pengamat fiqih, pelaku industri namun juga dari dalam MUI sendiri. Beberapa MUI di daerah menyuarakan perlunya meninjau ulang fatwa tersebut, MUI Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya, memintanya ditinjau atas dasar ulama mestinya melihat hak sosial ekonomi masyarakat. Di Lombok, tembakau memang komoditi vital bagi warga. Ulama Cirebon pun berseru serupa.

Sementara itu, petani tembakau pun menjadi resah. Ribuan petani di Temanggung melakukan aski unjuk rasa di alun-alun Temanggung. Mereka menolak fatwa haram rokok yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu. Apabila tuntutan ini tidak dihiraukan, para demonstran mengancam akan memboikot pemilu dan tidak akan membayar pajak.[1]

Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jatim Abdus Setiawan mengaku sekitar 300.000 petani yang menjadi anggotanya resah. Ia yakin fatwa tersebut bisa berdampak pada pasar rokok yang lebih jauh lagi mematikan penghidupan anggotanya. Karenanya, ia berharap pemerintah bisa mengambil alih masalah ini dalam bentuk undang-undang yang lebih akomodatif bagi kepentingan petani.

Bagaimanakah hukum Islam memandang rokok, dan bagaimana juga merokok menurut kesehatan, dan mengapa fatwa tentang keharaman rokok tersebut berlaku secara parsial, tidak mutlak, apa karena para pengurus MUI sebagian besar adalah para ulama yang merokok? Tulisan singkat ini bermaksud melakukan penelusuran fatwa haram MUI tentang rokok dan mengkajinya dalam perspektif hukum Islam dan kesehatan.


[1]Kedaulatan Rakyat, 17 Februari 2009

Read More..

Nur Kholik Afandi


STRATEGI PENGEMBANGAN DAKWAH MELALUI PENDEKATAN PARTISIPATORY ACTION RESEARCH

Nur Kholik Afandi*

Abstract: In social change, Da’wah is a social engineering which was oriented on the effort to build the civilization, educated people, and religious. The right strategy was needed to build the change suitable with the condition and situation of people. So, the change could make people better than before. Because of that, Da’wah should have humanistic approach. People should be made as the subject and also object in the implementation. One of many strategies used in the da’wah development strategy was participatory action research. The implication and implementation of this approach were marked with people participation to find and solve problems themselves. So, Da’i just make a role as the facilitator in da’wah development

Kata Kunci: Stretagi Pengembangan dakwah, action research

PENDAHULUAN

Dakwah sebagai sebuah misi perjuangan dan pergerakan umat Islam, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam dalam rangka melaksanakan pembinaan dan pengembangan umat. Pembinaan berarti suatu kegiatan yang bertujuan untuk mempertahankan hal-hal yang telah ada sebelumnya, sedangkan pengembangan berarti suatu kegiatan yang mengarah pada pembaharuan dan pengadaan sesuatu yang belum ada.

Oleh karena itu hakekat dakwah Islam bukan hanya untuk menambah pengikut, tetapi upaya untuk menyadarkan manusia akan kebenaran, akan kemanusiaanya dan tanggungjawabnya, untuk menyelamatkan manusia dari kekufuran, kebodohan dan kemiskinan untuk membangun kedamaian ( harmonis), kesejahteraan , kemajuan dan kemandirian. [1]

Berdasarkan hakekat dakwah Islamiyah tersebut, maka keberadaan agama sangat diperlukan sekali dalam mengadakan perubahan atau transformasi sosial. Keberadaan agama juga membantu terjadinya proses penyesuaian dan penyeleksian norma-norma sosial yang ada dalam masayarakat, sehingga norma-norma yang ada senantiasa mengikti terhadap perkembangan dan perubahan sosial. Namun di lain fihak penafsiran yang salah terhadap nilai-nilai agama juga menyebabkan terjadinya “staus quo” terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga agama tidak memberikan perubahan pada masyarakat.

Peran agama dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat merupakan salah satu prasarat pembangunan, hal ini disebabkan karena tanpa perubahan sosial maka pembangunan tidak akan terlaksana. Inti dari pembangunan masyarakat adalah bagaimana masyarakat mampu mengembangakan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki, sehingga menumbuhkan keberdayaan dalam memenuhi kebetuhannya. Sehingga pembangunan masyarakat, yang berorientasi pada upaya pengembangan masyarakat mampu menciptakan masyarakat yang mandiri, masyarakat yang berdaya, masyarakat yang otonom.


* Dosen STAIN Samarinda

[1] Andi Dermawan, Metodologi Ilmu Dakwah, ( Yogyakarta, : LESFI, 2002 ), hal.39

Read More..



A. Visi

“Menjadikan Radio PESONA 107,70 FM STAIN terdepan dalam penyampaian informasi keagamaan, pendidikan, hukum, dan sosial kemasyarakatan”.

B. Misi

1. Menyelenggarakan penyiaran keagamaan (keislaman), kependidikan, hukum serta sosial kemasyarakatan dengan mengedepankan pendekatan akademik;

2. Menyelenggarakan penyiaran mengenai program-program kelembagaan dalam rangka sosialisasi dan penguatan eksistensi STAIN di Kota Samarinda dan sekitarnya;

3. Melaksanakan penyiaran radio berdasarkan program-program yang tidak bertentangan dengan kaedah-kaedah umum atau ketentuan yang berlaku.

Read More..

SILATURAHMI DAN MUDIK : UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS KOMUNIKASI


SILATURAHMI DAN MUDIK : UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS KOMUNIKASI

Abstract: Mudik process often done to return the humanism spirit. Because, the motivation of this tradition tough by our ancestors was to return our humanism spirit degradated by modernity atmophere which has thrown out humanism, togetherness, and familiarity.

Sociologically, Mudik remind human to place where they was born. This is very important to remind human not to forget their big family in this place. Because, the core of family in urban life was only consist of father, mother, and their kids.

In this tradition, there is a learning that everybody want to come back to where they was. The most imprtant thing of the tradition (especially in lebaran (Islamic Holy day)) is to rebuild the brotherhood string and friendship

Kata Kunci : Mudik, Silaturrahmi dan Komunikasi

A. Pendahuluan

Menjelang Hari Raya Idul Fitri media massa ramai memberitakan tentang mudik yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Banyak orang yang beranggapan kalau lebaran dan tidak mudik maka akan terasa kurang lengkap karena tidak bisa bertemu dengan keluarga besarnya. Tradisi mudik merupakan fenomena sosial-keagamaan yang menggambarkan keseragaman rasa, karsa dan cipta manusia Indonesia di bumi pertiwi ini. Sebab hampir setiap tahun peristiwa pulang kampung dilakukan masyarakat untuk dapat berlebaran di tanah tempat kelahiran.

Di dalam tradisi mudik, tercermin suatu makna bahwa setiap orang menghendaki atau mengharapkan kembalinya diri ke tempat asal-muasal. Tidaklah heran jika pemudik rela menempuh perjalanan panjang. Para pemudik rela antre berjam-jam di loket bus, stasiun kereta api, bahkan ada yang berani menyewa truk atau menggunakan sepeda motor menempuh jarak ratusan kilometer. Pengorbanan tersebut adalah salah satu pertanda bahwa mudik sangatlah penting dalam denyut nadi kehidupan sosial-spiritual masyarakat.

Selain untuk memperlihatkan keberhasilan yang telah dicapai di kota, prosesi mudik juga kerap dilakukan untuk mengembalikan jati diri kemanusiaan. Sebab motif dari tradisi mudik yang diajarkan nenek moyang kita adalah untuk mengembalikan jati diri kemanusiaan yang telah lama terdegradasi atmosfer modernitas yang menyingkirkan rasa kemanusiaan, kebersamaan dan kekeluargaan sehingga kita berubah wujud menjadi manusia yang krisis identitas, individu yang mendewakan materi dengan ikatan kolektif semakin luntur.

B. Pengertian Mudik

Mudik berasal dari kata "udik" yang artinya kampung. Jadi secara sederhana, kata "mudik" bisa diartikan sebagai "pulang ke kampung asal, di mana kita dilahirkan dan sebagian besar keluarga bertempat tinggal".
Tradisi "mudik", yang umumnya dilakukan orang Indonesia, mungkin telah berlangsung sejak lama.[1]

Hal ini disebabkan karena budaya orang-orang Indonesia yang suka hidup berpetualang, mengembara dan merantau, baik bertujuan mencari penghidupan materi kekayaan, kejayaan, maupun ilmu pengetahuan. Budaya ini pun dimiliki oleh orang-orang di belahan bumi mana pun.

Secara sosiologi, mudik mengingatkan manusia pada kampung halaman yang pernah melahirkan dan membesarkannya. Ingat pada kampung halaman ini penting agar kita tidak meninggalkan keluarga besar yang masih ada di kampung halaman. Sebab dalam kehidupan urban, manusia kota biasanya hidup sebagai keluarga inti yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak.[2]

C. Mudik Sebagai Forum Silaturahmi

Tradisi mudik pada saat lebaran barangkali sudah terjadi berpuluh-puluh tahun. Tradisi mempunyai kekuatan luar biasa dalam menggerakkan aktifitas sosial. Tradisi juga menjadi benteng dari nilai-nilai budaya. Tradisi mudik menjadi lebih kuat karena di dalamnya ada nuansa agama, yaitu silaturrahmi. Manusia adalah makhluk sosial, oleh karena itu dorongan untuk bertemu keluarga dan teman-teman lama di kampung halaman berasal dari fitrah sosialnya. Mudik menjadi bernuansa religius karena silaturrahmi memang perintah agama.

Ada tiga landasan kejiwaan yang cukup kuat dijadikan alasan untuk "tradisi mudik lebaran” [3]

1. Di kampung asal kita lahir, di mana kita menghabiskan masa kanak-kanak serta di sana pula tinggal sanak saudara, handai taulan, tetangga dan lingkungan yang akrab dengan kita sebelum kita pergi ke tempat lain, adalah tempat yang sangat berkesan, banyak membekaskan kenangan dan tidak jarang menimbulkan kerinduan. Hingga suatu saat setelah berada di tempat lain kita pun ingin kembali. Ini adalah suatu fitrah manusia dari zaman ke zaman, dari dahulu dan akan berlangsung sampai kapan pun.

2. Menyambung tali kasih sayang kepada sanak saudara dan kerabat, yang kita kenal dengan istilah "silaturrahmi", dan menghangatkan kembali hubungan persahabatan dengan teman yang telah lama berpisah, yang kita kenal dengan istilah "ukhuwah".

3. Momen "Idul Fitri" membawa jiwa kita pada terbukanya fitrah manusia setelah sebulan menahan lapar, haus dan nafsu saithoniah dengan berpuasa, sehingga tumbuh kesadaran akan rasa kasih sayang dan saling cinta kepada sesamanya, terlebih kepada keluarga.

Setidaknya tiga hal inilah yang mendorong seseorang melakukan mudik lebaran, untuk segera bertemu dan mencurahkan rasa rindu, kasih sayang dan cintanya kepada orang-orang yang dicintai, yang akhirnya menjadi sebuah tradisi tiap tahunnya. Dorongan seperti ini, dalam diri seseorang kadang muncul begitu kuat hingga tidak bisa menahan kecuali harus segera memenuhinya, apa pun keadaan dan resikonya.

Kuatnya dorongan ini juga sangat dipengaruhi oleh empat faktor kejiwaan yang melandasi cinta dan kasih sayang seseorang, yang terkenal dengan istilah psikologi kasih sayang. Empat faktor itu adalah: penuh perhatian, keinginan untuk memberi, memaklumi kekurangan dan memaafkan kesalahan. Sebenarnya, sifat kasih sayang ini adalah sifat dasar setiap manusia semenjak diciptakan oleh Allah SWT. di mana sebelum manusia ini di lahirkan di dunia, ia tersimpan dalam suatu tempat yang kokoh dan aman dalam perut seorang wanita yang dinamakan "rahim". Rahim ini adalah salah satu nama dari sembilan puluh sembilan Asma Al-Husna atau nama-nama Allah yang indah, yang berarti bahwa Allah mempunyai sifat kasih sayang. Selama kurang lebih sembilan bulan sepuluh hari ia tersimpan di sana, dan selama itu pula ia hanya dikenalkan dengan sifat rahim (kasih sayang), sesuai dengan nama tempat ia tersimpan. Hingga pertama manusia lahir ke dunia ia hanya membawa sifat kasih sayang yang telah terbentuk dalam jiwanya selama dalam kandungan (rahim) ibunya.

Tatkala manusia dilahirkan di dunia, ia disibukkan oleh urusan dunia yang begitu kompleks, ada kemungkinan sifat ini akan terdesak bahkan tertimbun oleh sifat-sifat lain seperti sifat rakus, iri, dengki dan sifat-sifat saithoniah yang lain. Maka setelah Ramadhan, sebulan jiwa dibersihkan dari sifat-sifat saithoniah, manusia akan kembali kepada fitrahnya, yaitu sifat kasih sayang, yang sebenarnya telah menjadi sifat dasar aslinya. Inilah yang setiap tahun kita saksikan bersama berbondong-bondongnya jutaan manusia Indonesia yang melakukan "pulang mudik" untuk bersilaturrahmi atau menjalin tali kasih sayang kepada seluruh keluarga dan kerabat serta menghangatkan kembali ukhuwah dengan sahabatnya di kampung halaman.

Dalam kebersihan jiwa mereka dari unsur sifat saithoniah, setelah shaum ramadhan, jiwa-jiwa mereka dipenuhi rasa kasih sayang yang mendesak keinginannya untuk segera dicurahkan kepada keluarga, kerabat dan orang-orang yang dikasihi dan dicintai, seakan kehausan yang segera membutuhkan tetesan air yang sejuk dan menyegarkan, atau seperti pemuda yang dilanda kerinduan kepada kekasih yang ia cinta, ingin segera melepas kerinduannya berjumpa dengan kekasih, apapun risikonya. Dorongan (baca: kebutuhan) pulang mudik untuk tujuan "bersilaturrahmi" seperti ini melanda setiap muslim tanpa kecuali.

Meski tidak sedikit oknum yang mempunyai tujuan untuk "pamer" kekayaan di kampung atas keberhasilannya selama di perantauan. Tidak saja bagi mereka yang kaya, yang punya mobil, punya motor maupun yang hanya punya ongkos naik kendaraan umum saja. Tapi bagi mereka yang tidak punya cukup ongkos pun sebenarnya punya keinginan pulang mudik, bersilaturrahmi kepada sanak famili dan mempererat ukhuwah dengan para sahabat.

D. Mudik Dan Silaturahmi Untuk Mengefektifkan Komunikasi

Manusia adalah mahluk sosial, maka pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dunia ini. Manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan yang lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena fungsi-fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial manusia lainnya.

Tindakan awal dalam penyelarasan fungsi-fungsi sosial dan berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan interaksi sosial atau tindakan komunikasi satu dengan yang lainnya. Aktivitas interaksi sosial dan tindakan komunikasi itu dilakukan baik secara verbal, non verbal maupun simbolis, sehingga tercipta keseimbangan sosial antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan manusia, terutama juga kondisi keseimbangan itu akan menciptakan tatanan sosial dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan waktu yang akan datang.[4]

Komunikasi verbal adalah pesan yang disampaikan melalui satu kata atau lebih.[5] Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Sedangkan pesan nonverbal berfungsi untuk menggantikan, menguatkan, atau menentang pesan verbal.[6]

Kebutuhan untuk hidup bersama dengan sesama manusia inilah yang membuat seseorang melakukan komunikasi atau bersilaturahmi. Karena semakin padatnya kegiatan atau kesibukan manusia sekarang ini maka waktu untuk berkomunikasi semakin sempit sehingga lebaran menjadi forum yg sangat dinantikan oleh kebanyakan orang supaya bisa berkomunikasi kembali.

Secara Sosiologis, perayaan lebaran, mudik, dan halal bihalal, berfungsi melestarikan identitas keislaman kaum muslim, sekaligus juga menyegarkan romatisisme dan kenang-kenangan masa kecil mereka. Tidak kurang pentingnya, acara itu bagi banyak orang merupakan mekanisme untuk mengukuhkan kembali jati diri (sebagai muslim dan anggota suku tertentu) mereka yang bersifat primodial. Penelitian-penelitian konsep-diri menunjukkan bahwa asal-usul (termasuk kesukuan atau kebangsaan dan agama) merupakan dimensi kategori yang terpenting. Maka bisa dipahami bila pada hari lebaran atau saat mudik orang sering menyempatkan diri untuk menziarahi makam orang tua atau leluhur lainnya, untuk menegaskan kembali “asal-muasal kita”.[7]

Bagi masyarakat pendatang yang tinggal di daerah urban, dan pendatang kesana setelah mereka dewasa, budaya urban itu tidak pernah menjadi bagian utuh dari biografi mereka. Mereka tetap memelihara budaya (adat istiadat, bahasa daerah, cara makan dan jenis makanan,etiket, dsb). Semua itu berfungsi menghidupkan jati diri dan juga masa lalu mereka, juga sebagai pemenuhan akan keinginan bernostalgia.

Hikmah terpenting dari lebaran, mudik dan halal bilhalal adalah untuk bersilaturrahmi: menumbuhkan tali persaudaraan dan persahabatn yang telah terputus atau mulai rapuh akibat mobilitas geografis dan mobilitas sosial yang kita lakukan pada zaman modern ini. Dalam bahasa Ilmu Komunikasi, lebaran, mudik dan halalbihalal merupakan sarana mengefektifkan kembali komunikasi kita dengan manusia lain, khususnya sesama muslim.

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.[8] Agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya : pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan, pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antar komunikator dengan komunikan sehingga sama-sama mengerti.[9]

Mengapa kita perlu memperbaiki kualitas komunikasi? Komunikasi telah dihubungkan dengan kesehatan fisik. Stewart menunjukkan: orang yang terkucil secara sosial cenderung lebih cepat mati. Selain itu kemampuan berkomunikasi yang buruk ternyata mempunyai andil dalam penyakit jantung koroner, dankemungkinan terjadinya kematian naik pada orang yang ditinggalkan mati oleh pasangan hidupnya.[10]

Sejak dulu, banyak bukti menarik mengenai hubungan positif antara komunikasi sosial yang harmonis dan usia panjang ini. Raja Frederick II, penguasa Sicilia abad ke-13, membuat percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke laboratorium. Anak-anak itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu, namun bayi-bayi itu tidak diajak berbicara, akibatnya semua bayi dalam percobaan itu mati. Tahun 1915, seorang dokter di Rumah Sakit John Hopskinmenemukan bahwa 90% dari semua bayi yang ada di panti asuhan Baltimore, Maryland, meninggal dalam satu tahun. Pada tahun 1944, seorang psikolog menemukan bahwa 34 dari 91 anak panti asuhan yang diamatinya juga mati.[11]

Korelasi positif antara komunikasi yang efektif (tulus, hangat dan akrab) dengan usia panjang juga telah didukung oleh penelitian terbaru yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke, dan beberapa rekannya dari beberapa universitas di Amerika Serikat. Lewat penelitian yang melibatkan 750 orang kulit putih dari kelas menengah sebagai sampel, dan memakan waktu 22 tahun, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang berkomunikasi kurang efektif (tidak suka berteman, memusuhi, mendominasi pembicaraan) berpeluang 60% lebih tinggi menemui kematian pada usia dini dibandingkan dengan orang-orang yang berperilaku sebaliknya (ramah, suka berteman, berbicara tenang).[12]

Penelitian ini membuktikan sabda rasulullah seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barang siapa senang dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali kekerabatannya (silaturahmi).[13]

Dari hadist tersebut tersirat bahwa silaturrahmi mengandung dua kebaikan, yaitu menambah umur dan menambah rizki. Yang dimaksud dengan nambah umur bukan tahunnya, tetapi maknanya. Ada orang yang umurnya pendek tapi maknanya panjang, sebaliknya ada orang yang umurnya panjang tetapi justeru tak bermakna. Silaturrahmi akan menambah makna umur kita karena di dalamnya ada unsur perkenalan, publikasi, belajar, apresiasi disamping rizki. Yang kedua silaturahmi bisa menambah rizki. Rizki dari silaturrahmi bisa bisa berupa uang, makanan, persaudaraan, jaringan, pekerjaan, jodoh, pengalaman, ilmu dan sebagainya. Rizki itu sendiri artinya semua hal yang berfaedah. Uang yang kita terima menjadi rizki jika ia membawa faedah.

Dengan bersilaturahmi manusia dapat menjalin komunikasi yang baik dengan sesamanya, karena dengan komunikasi hubungan antarmanusia dapat dipelihara kelangsungannya. Sebab melalui komunikasi dengan sesama kita bisa memperbanyak sahabat dan memperbanyak rizki. Pendek kata komunikasi berfungsi menjembatani hubungan antarmanusia dalam bermasyarakat[14]


E.
Penutup

Hari raya Idul Fitri yang menjadikan masyarakat terdorong untuk mudik, yaitu kembali ke asal kelahiran mereka, tidak saja dimaknai secara fisik, ialah sebatas berkenjung ke orang tua, tempat kelahirannya, tetapi mestinya lebih dari sebatas itu. Istilah mudik seharusnya dimaknai secara hakiki, ialah mudik ke asal bentuk kejadiannya, ------sebaik-baik bentuk. Mata, telinga, akal, dan hatinya selalu didekatkan dengan petunjuk kitab suci al QurĂ¡n. Inilah sesungguhnya mudik yang sebenarnya, setelah mereka kembali dari mudik secara fisik, dari kampung halamannya masing-masing.

Jika fenomena mudik dimaknai seperti ini, ialah kembali ke asal kejadian yang terbaik, maka hari raya benar-benar memiliki makna yang amat besar dalam membangun negeri dan bangsa ini. Semua energi yang telah dihabiskan untuk mudik menjadi tidak hilang percuma. Sebab hasilnya jauh melebihi dari semua yang dibelanjakan itu. Mudik tidak saja kembali ke asal secara fisik, tetapi kembali ke kejadian awal, yaitu sebaik-baik bentuk kejadian.[15]


DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000

......................., Nuansa-Nuansa Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, cet. 1, 1999

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2007

Onong Uchyana Effendi, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Ringkasan Shahih Muslim Terjemahan, Bandung: 2002,

Sam Abede Poreno, Kuliah Komunikasi, Papyrus, Surabaya, 2002,

Stewart L. Tubbs-Silvia Moss, Human Communication, terjemahan Deddy Mulyana, Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000

http://musthaffo.multiply.com/

http://www.analisadaily.com/

http://www.uin-malang.ac.id



[3]http://musthaffo.multiply.com. tgl 14 Oktober 2009

[4] Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006 h.26

[5] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, h. 237

[6] Stewart L. Tubbs-Silvia moss, Human Communication, terjemahan Deddy Mulyana, Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000, h. 114

[7] Deddy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, cet. 1, 1999, h. 41

[8] Sam Abede Poreno, Kuliah Komunikasi, Papyrus, Surabaya, 2002, h. 3

[9] Onong Uchyana Effendi, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 41

[10] Stewart L. Tubbs-Silvia moss, op.Cit, h. 22

[11] Deddy Mulyana, h. 48

[12] Ibid, h. 48

[13] Ringkasan Shahih Muslim Terjemahan, Bandung: 2002,h. 1025

[14] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2007, h.59

Read More..